TAKALAR | POROS INFO.ID – Keberadaan Caffee Kaktus Eatery Life yang terletak di jalan poros Galesong-Makassar, tepatnya di Desa Pakkabba Kaballokang, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, kini menuai sorotan.
Tempat usaha ini diduga belum mengantongi dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) dari instansi terkait. Selain itu, pengelolaan parkir secara mandiri oleh pihak cafe juga dipertanyakan karena ditengarai mengandung unsur pungutan liar (pungli).
Mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 75 Tahun 2015, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap pembangunan tempat usaha yang berpotensi menimbulkan dampak lalu lintas wajib memiliki Andalalin sebagai bagian dari syarat teknis perizinan. Dokumen ini harus dimiliki sebelum izin operasional dikeluarkan.
Dikutip dari beberapa sumber, pendapat ahli terkait dampak sosial dan administratif jika regulasi seperti Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) tidak ditegakkan dengan serius:
1. Dr. Yayat Supriatna (Pakar Tata Kota dan Transportasi, Universitas Trisakti) Ia menegaskan bahwa ketidakseriusan dalam menegakkan Andalalin dapat menyebabkan kemacetan parah, karena pembangunan tidak mempertimbangkan kapasitas jalan. Ini berdampak pada penurunan kualitas hidup masyarakat kota akibat waktu tempuh yang lama dan meningkatnya polusi udara.
2. Ir. Ellen Tangkudung, M.Sc., Ph.D. (Ahli Transportasi Universitas Indonesia) Menyatakan bahwa tanpa Andalalin, keselamatan pengguna jalan terabaikan, karena desain akses dan manajemen lalu lintas tidak terencana. Hal ini bisa meningkatkan potensi kecelakaan lalu lintas di sekitar lokasi pembangunan baru.
3. Bambang Susantono (Kepala Otorita IKN, mantan Dirjen Perhubungan Darat) Beliau pernah menyampaikan bahwa dari sisi administratif, pengabaian Andalalin merupakan bentuk pelanggaran hukum yang melemahkan tata kelola pemerintahan. Ini menciptakan preseden buruk bagi investor dan masyarakat tentang lemahnya penegakan aturan.
4. ICW (Indonesia Corruption Watch) Menyoroti bahwa lemahnya penegakan Andalalin sering dikaitkan dengan praktik kolusi dan penyalahgunaan wewenang antara pengembang dan pejabat lokal. Ini bisa mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Kepala Dinas Perhubungan, Salam Gau, saat dikonfirmasi pada Senin (16/6/2025), mengaku belum menerima laporan kerja sama atau permohonan resmi dari pihak cafe.
Ia menegaskan, jika parkir dikelola tanpa karcis resmi dan tidak menyetor retribusi ke daerah, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai pungli.
“Belum ada konfirmasi dari pihak cafe. Kalau memang dikelola sendiri, tetap harus ada penyetoran retribusi. Kalau tidak ada karcis resmi, bisa kena sanksi sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” jelas Salam Gau.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari manajemen Caffee Kaktus terkait dugaan pelanggaran Andalalin dan praktik pungli parkir.
LP:(SABRI/WIRA ESA)